Ketua Komisi II DPRD NTB, Lalu Satriawandi. |
Mataram, Garda Asakota.-
Masih maraknya perambahan dan pembalakan liar, hutan gundul hingga degradasi hutan berdampak pada jumlah titik-titik mata air kian berkurang di NTB. Berkurangnya titik tersebut tentu berdampak pada berkurangnya debit air tanah sebagai sumber mata air.
“Sekarang titik-titik yang sebelumnya sudah terinventirasi di seluruh NTB itu, bahkan boleh dikatakan sudah minus atau berkurang. Ada titiknya tapi airnya sudah tidak maksimal,” kata Ketua Komisi II DPRD NTB Lalu Satriawandi, Senin 18 Juli 2022.
Beralihnya kewenangan dari pusat kepada pemerintah daerah tingkat provinsi terhadap pengelolaan sumber mata air, sambungnya, berlaku penuh sejak tahun 2017/2018.
Pemprov NTB pun dengan cekatan langsung menginventarisir sumber titik-titik mata air dengan melakukan eksplorasi. Yang hasilnya sumber titik-titik mata air sudah sangat berkurang.
“Dengan dalih itu maka kami dari legislatif bersama eksekutif membuat regulasi ranperda terhadap perlindungan mata air,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, jika ini tak dilakukan segera dikhawatirkan pada sepuluh atau dua puluh tahun kedepan debit air di NTB terancam menipis.
“Yang sekarang saja ketika musim kemarau tiba, angin saja yang keluar kan. Bagaimana anak cucu kita pada 10 hingga 20 tahun nanti, menjerit,” tegas Sekretaris DPD I Partai Golkar NTB ini.
Kondisi terparah, kata dia, sumber mata air di Pulau Sumbawa sangat mengkhawatirkan. Menurutnya, kesadaran masyarakat untuk menjaga hutan masih sangat minim bahkan terkesan tak peduli. Semakin banyak kegiatan masyarakat mengalihfungsikan hutan sebagai lahan jagung dan bawang.
“Bisa dikatakan ini terjadi pengerusakan hutan di pulau Sumbawa. Lombok juga sama, pembalakan liar yang masih marak,” tambahnya.
Sebab itu, Pansus Ranperda Perlindungan Mata Air ini akan mengatur regulasi. Dimana didalamnya ada koordinasi dan kerjasama yang baik antara pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Guna sama-sama melindungi hutan demi kemaslahatan hutan kedepannya.
“Nantinya dalam regulasi ini tentu ada sanksi tegas. Ini sedang kami godok apa saja sanksinya,” kata Satriawandi.
Tak hanya soal sanksi, lanjut dia, regulasi ini turut membahas soal sejauh mana perlindungan mata air ini. Kemudian, berapa panjang radius yang harus dilindungi dari titik mata air tersebut sebagai lahan tangkapan air. Termasuk bagaimana mengatur pembangunan atau pemukiman di sekitar sumber mata air.
“Serta bagaimana pemerintah berkontribusi pada masyarakat disekitar lahan, artinya turut serta menyadarkan mereka, membina dan membimbing masyarakat agar ada rasa keadilan bagi masyarakat lainnya. Dan turut serta menjaga perlindungan mata air,” tutupnya. (**)