Ketua Komisi V DPRD NTB, Lalu Hadrian Irfani, saat memimpin RDP dengan Dinas Dikbud NTB di ruang rapat Komisi V DPRD NTB, Senin 08 Agustus 2022. |
Mataram, Garda Asakota.-
Ketua Komisi V DPRD NTB Bidang Pendidikan, Kesehatan dan Kesejahteraan, Lalu Hardian Irfani, meminta Dinas Pendidikan Provinsi NTB dapat melaksanakan program DAK Fisik Bidang Pendidikan sesuai dengan prosedur tanpa terpengaruh dengan intervensi dari pihak mana pun.
“Program DAK Fisik ini merupakan amanah yang harus dikerjakan berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis). Kami berharap pihak Dinas dapat menjalankan program DAK Fisik ini sesuai dengan prosedur yang ada tanpa terpengaruh intervensi dari pihak manapun,” tegas pria yang juga merupakan Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Provinsi NTB ini dihadapan jajaran Dikbud NTB pada Senin 08 Agustus 2022, di Ruang Komisi V DPRD NTB.
Pihak Komisi V DPRD NTB sendiri telah mengagendakan memanggil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas dan mencari titik terang soal kisruh pelaksanaan DAK Fisik Pendidikan untuk SMA, SMK dan SLB Tahun Anggaran 2022 sebesar Rp190 Milyar. Kekisruhan itu terjadi lantaran beredarnya isu tidak sedap menyangkut mengalirnya dugaan fee proyek kebeberapa oknum sebelum pelaksanaan proyek DAK Fisik itu sendiri.
“Jika memang tidak ada persoalan. Biarkan saja isu pembagian paket, fee proyek berkembang karena itu dinamika dan jangan ada statemen yang memancing pertanyaan baru,” cetus Lalu Hardian Irfani.
Lalu Hardian menegaskan alasan memanggil jajaran Dikbud karena simpang siurnya informasi bahwa ada yang sudah terima fee untuk meloloskan paket proyek kemudian ada kelompok yang sudah ditunjuk tetapi tidak mendapatkan paket proyek. Tapi dirinya meyakini tidak benar ada perintah pengambilan fee itu karena pengerjaan belum dijalankan dan sedang dibuatkan Juklak – Juknis.
“Padahal sekolah ajukan nama suplier ke Dikbud. Kemudian Dinas lakukan verifikasi, artinya hanya oknum yang main fee. Oleh karena itu, kami minta Dikbud melakukan sosialisasi terhadap sekolah swasta ditingkatkan. Disini kami melihat Dinas kurang sosialisasi dalam input data di aplikasi Krisna,” kata dia.
Sementara itu, Anggota Komisi V DPRD NTB, H Bochari Muslim, mengungkapkan adanya masalah lain selain dari pelaksanaan DAK Fisik yakni permasalahan adanya guru yang tidak dibayarkan jumlah jam mengajarnya selama hampir dua (2) bulan.
“Komisi V turun lakukan investigasi di SMA 2 Praya. Disana menemukan Guru tidak dibayarkan jumlah jam mengajar (JJM) hingga 2 bulan. Yang belum dibayar itu bulan Juli – Agustus untuk 5.065 guru dari total 7.768 guru honorer, dikurangi 2163 guru sudah diangkat menjadi PPPK. Kekurangan uang belum terbayarkan hingga Desember 2022 sebesar Rp 25 Miliar, tapi uang itu dipangkas BPKAD, artinya saat ini tidak ada anggaran untuk bayar,” sorot pria yang juga merupakan Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD NTB ini.
Persoalan ini lanjut Bochari Muslim, akibat Dikbud tidak pernah koordinasi dengan Komisi V yang merupakan leading sektor. “Ini menyangkut hak dan isi perut Guru, kalau tidak segera ditangani bisa ruwet. Ini dampak Dikbud kurang koordinasi,” timpalnya.
Lain halnya dengan Saefudin Zohri. Politisi PAN ini meminta supaya Dikbud jangan diskriminasi terhadap sekolah swasta. Karena, selama ini terkesan Dikbud hanya memperhatikan sekolah negeri saja.
“Jika tidak bisa melakukan pembinaan terhadap sekolah swasta maksimal, cukup bina mereka 20 persen saja dari sekolah negeri supaya tidak terkesan diskriminasi pembinaan sekolah swasta,” pintanya.
Menanggapi sejumlah penyampaian anggota Komisi V DPRD NTB, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, H Aidy Furqan berjanji akan menjadikan semua hal tersebut sebagai masukan atau catatan untuk ditindaklanjuti.
“Tanpa perintah Komisi V juga kami akan jalankan dan sedang on the track. Kami tenang melakukan karena sedang jalan. Kami berjanji akan perbaiki. Termasuk regulasi soal DAK sudah diatur dalam permendikbud nomor 1 tahun 2019 tentang Juknis DAK. Kemudian Perpres nomor 88 tahun 2022, ada juga Permendikbud nomor 5 tahun 2021 dan Permendikbud nomor 3 tahun 2022,” paparnya.
Aidy Furqan menjelaskan cara pengadaan DAK itu melalui swakelola yakni memperoleh barang atau jasa yang dikerjakan sendiri oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah, Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain, Ormas atau kelompok masyarakat. Tidak hanya itu, ada juga melalui penyedia seperti pelaku usaha yang menyediakan barang/jasa berdasarkan kontrak.
Aidy Furqan menambahkan, swakelola itu menggunakan tipe I yakni direncanakan dan diawasi oleh K/L/PD selalu penanggung jawab anggaran. Tipe II direncanakan dan diawasi K/L/PD penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh K/L/PD pelaksana swakelola.
Kemudian tipe III direncanakan dan diawasi K/L/PD penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan organisasi kemasyarakatan. Terakhir tipe IV oleh K/L/PD penanggung jawab anggaran dan/atau berdasarkan usulan kelompok masyarakat dan dilaksanakan serta diawasi kelompok masyarakat.
“Kita memilih swakelola tipe I berdasarkan pertimbangan, melihat dari pola pengerjaan tahun sebelumnya. Sehingga tipe I ini dianggap paling bagus karena bisa berdayakan produk lokal,” kilahnya.
Aidy Furqan juga heran atas isu beredar bahwa ada bukti transfer fee proyek. Padahal proyek belum dimulai. Namun dirinya akan melakukan pendalaman kaitan isu tersebut supaya tidak menjadi fitnah. “DAK ini masih persiapan, belum dilaksanakan. Ada tim persiapan, pelaksanaan, dan tenaga pendamping juga fasilitator,” ujarnya.
Aidy Furqan memaparkan daftar penerima DAK swakelola sub bidang SMA sebanyak 1135 ruang dengan anggaran Rp 78,12 Miliar di 10 Kabupaten/Kota di NTB. Untuk di Sub bidang SMK sebanyak 304 ruang, besar anggaran Rp 53,518 Miliar untuk Sembilan Kabupaten/Kota. Terakhir Sub bidang SLB sebanyak 23 ruang, pagu fisik konstruksi Rp 3,96 Miliar, pagu Meubelair Rp 651 juta, dan pagu anggaran Rp 4,6 Miliar. (GA. Im*)