Mataram, Garda Asakota.-Terdakwa kasus dugaan korupsi berupa penerimaan gratifikasi dan pengadaan barang dan jasa lingkup Pemkot Bima tahun anggaran 2018-2023, H Muhammad Lutfi (HML) dituntut 9 tahun dan 6 bulan penjara.
Hal itu terungkap ketika JPU KPK membacakan tuntutan terhadap terdakwa HML dalam sidang yang berlangsung selama 2 jam 15 menit di PN Tipikor Mataram, Senin kemarin (6/5/2024).
Dalam amar tuntutannya JPU KPK menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram menyatakan terdakwa Muhammad Lutfi telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi, melakukan pemufakatan jahat baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan pengadaan.
“Menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa Muhammad Lutfi berupa pidana penjara selama 9 tahun dan 6 bulan penjara dikurangi selama terdakwa berada di tahanan,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) diwakili Agus Prasetya Raharja, Senin, 6 Mei 2024.
Jaksa juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, suami Eliya Alwaini itu juga dituntut membayar Uang Pengganti sebesar Rp1,950 miliar.
“Jika terpidana tidak membayar setelah putusan inkrah, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang. Dan jika hartanya tidak mencukupi, maka diganti 1 tahun penjara,” jelasnya.
Jaksa pun menuntut agar majelis hakim yang diketuai Putu Gde Hariadi, SH, MH, mencabut hak politik terdakwa Lutfi sesuai pasal 18 ayat 1 huruf D.
Lutfi dinilai terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp2,15 miliar dari sejumlah proyek pengadaan barang dan jasa di Kota Bima tahun 2019-2022.
Kemudian, melakukan turut serta atau turut campur dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Bima bersama sejumlah orang. Antara lain, istrinya Eliya Alwaini, ipar istrinya, Muhammad Makdis, dan Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas PUPR Kota Bima, Fahad.
Agus Prasetya Raharja juga membacakan alasan yang memberatkan dan meringankan Lutfi.
Untuk yang memberatkan, Walikota Bima periode 2018-2023 dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kemudian, terdakwa merusak kepercayaan kepercayaan masyarakat dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
“Yang meringankan, terdakwa berlaku sopan dalam persidangan dan terdakwa belum pernah dihukum,” ujarnya.
Lutfi dinilai melanggar Pasal 12 huruf i Juncto pasal 15 UU Korupsi tahun 2021 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. (Tim. GA*)