Gardaasakota.com.-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar sosialisasi anti korupsi untuk legislatif, eksekutif dan masyarakat diruang rapat paripurna DPRD NTB pada Senin 07 Oktober 2024.
Salah satu yang menjadi atensi KPK RI adalah soal adanya potensi dan langkah pencegahan korupsi dalam perencanaan dan penganggaran APBD.
“Salah satunya adalah adanya kerawanan korupsi pokok pikiran,” kata Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK Dian Patria kepada sejumlah wartawan.
Ia mengingatkan pimpinan dan anggota DPRD Nusa Tenggara Barat untuk tidak main-main dengan anggaran pokok-pokok pikiran (pokir) dalam perencanaan dan penganggaran pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Cukup sudah main-main dengan pokir,” ingatnya.
KPK kata Dian Patria, menemukan di antara pokir anggota DPRD yang tidak tepat sasaran. Contoh, ada pokir semestinya di daerah pemilihan (dapil) di Pulau Lombok, namun di tempatkan di Pulau Sumbawa.
“Ada itu ya, pokirnya di mana orangnya di mana. Orangnya di Lombok tapi pokirnya di Sumbawa, bingung juga saya ini,” ungkapnya.
Ia mengakui setelah COVID-19 melanda, anggaran pemerintah ikut mengalami devisit berat. Oleh karena itu, ia mengingatkan agar anggota DPRD NTB untuk tidak main-main dengan pokir.
“Jangan main-main, ikuti prosedur dan hargai tata cara masing-masing. Pokir itu aturannya jelas. Di input satu minggu sebelum Musrenbang. Jadi jangan paksa-paksa disusup di KUA PPAS, udah begitu pokirnya plus. Dia kasih usul dewan juga mengerjakan plus mangkrak pula selesai,” terang Dian Patria.
Selain itu, dalam penyusunan APBD antara legislatif dan eksekutif tidak saling sandera. Kalau tidak kasih pokir APBD kemudian tidak di sahkan.
“Contoh ada satu bupati tolak Rp40 miliar pokirnya, dia marah-marah. Kemudian kasih surat peringatan silahkan tanda tangan siap jika ada masalah di kemudian hari, nggak berani juga (DPRD). Tolak sama bupati, jadi ini kembali lagi kepada keberanian kita bersikap di zaman turbelensi ini,” tegasnya.
Meski tidak menampik pokir adalah hak anggota legislatif, namun jika tidak sejalan dengan RKPD dan RPJMD, Dian meminta untuk tidak memaksakan. Sebab, bagaimanapun pokir itu program bukan bagi-bagi uang dan hak pribadi.
“Contoh yang pernah terjadi di DPRD Kota Mataram, meski pun sudah kembali uangnya. Namun jumlahnya miliaran di pakai yayasan jadi-jadian,” terangnya.
Untuk itu, Dian pun berharap kalau pun sudah terjadi seperti itu untuk tidak di ulang-ulang kembali di DPRD NTB.
“Kan sudah banyak contoh-contoh perkara di sini (NTB), KPK sedang berjalan contoh kasus shelter. Kejati juga sedang berjalan kasus NTB Convention Center, saya akan bertemu Kajati dan penertiban tambang ilegal, termasuk kasus Gili Trawangan,” katanya.
Sosialisasi anti korupsi untuk legislatif, eksekutif dan masyarakat di Ruang Rapat Paripurna DPRD NTB dihadiri Sekda NTB Lalu Gita Ariadi dan pimpinan dan anggota DPRD serta pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB. (GA. Im*)