Kontraktor peserta tender paket DAM Nggeru, Hadijah. |
Kota Bima, Garda Asakota.-
Proses tender proyek DAM Nggeru Kelurahan Lampe Kota Bima dinilai cacat administrasi. Pekerjaan senilai Rp1,3 miliar Tahun Anggaran 2021 itu telah mendzolimi peserta atau penyedia yang berpeluang menang, dengan sejumlah dugaan permainan tidak sehat. Penyedia yang merasa dirugikan dan mencari keadilan pun akhirnya menempuh jalur hukum di PTUN Mataram.
Hadijah, Direktur CV Garuda Nasional selaku peserta tender yang dirugikan mengungkapkan, yang memasukkan penawaran pada proyek sebanyak 3 perusahaan. Pertama CV Garuda Nasional, CV Yakuza, CV Danau Mas selaku pemenang.
Kemudian masalah muncul ketika dilakukan penetapan pemenang dan CV miliknya digugurkan pada Rencana Keselamatan Kontruksi (RKK), karena dinilai tidak sesuai dengan dokumen pemilihan. Pihaknya pun mengajukan sanggahan, dijawab oleh Pokja pada tabel B1.
“Tentu kita tidak terima dengan jawaban sanggahan oleh Pokja. Lalu kita lanjutkan dengan sanggahan banding.
Tapi jaminan sanggah banding kita ditolak oleh Pokja, dengan alasan habis waktu sanggah banding. Padahal waktunya masih ada berdasarkan jadwal di SPSE,” ungkap Hadijah, Senin (31/1).
Kendati demikian, pihaknya tetap memasukan sanggah banding di Dinas PUPR Kota Bima. Dijawab oleh Kepala PUPR waktu habis dan dianggap hanya pengaduan. Merasa harus terus memperjuangkan ini, Hadijah pun mengajukan banding administrasi ke Walikota Bima, tapi tidak dijawab sampai hari ini.
“Waktu saya memasukan sanggah banding, saya juga mengajukan pengaduan ke Inspektorat selaku Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP). Kita diproses, Pokja juga dipanggil, tapi temuan APIP kami tidak tahu bagaimana hasilnya,” terangnya.
Karena buntu Hadijah pun melakukan upaya PTUN Mataram dan sampai saat ini masih berjalan. Beberapa pekan yang lalu bahkan sudah hadir saksi ahli yang datang dan mengungkapkan jika pada Bab 4 Lembar Data Pemilihan pada Bagian RKK, Pokja tidak mencantumkan satu identifikasi bahaya yang paling beresiko tinggi untuk menjadi acuan peserta.
“Menurut ahli, dokumen pemilihan itu melanggar peraturan lembaga Nomor 12 Tahun 2021. Jadi sebenarnya, perusahaan kita jangankan digugurkan, dievaluasi saja tidak boleh, karena Pokja tidak mencantumkan satu identifikasi bahaya yang paling beresiko,” tegasnya.
Tidak hanya itu beber Hadijah, proses tender proyek tersebut juga terungkap jika dukungan alat yang dipakai oleh CV pemenang untuk sewa alat dari Tukad Mas. Sementara PT Tukad Mas sudah melimpahkan alatnya ke PT Bumi Mahamarga selaku anak perusahaan Tukad Mas.
“Ini jelas salah besar. Artinya proses tender proyek DAM itu sarat dengan permainan. Dimulai dari waktu sanggah banding kita yang dikurangi. Kemudian potongan CV pemenang hanya Rp 2 juta lebih dari HPS, sementara penawar terendah kita 10 persen dari HPS,” ungkapnya.
Kini tambah Hadijah, proyek dimaksud sudah berjalan dan selesai dikerjakan. Namun ia menegaskan bahwa proses proyek itu catat adminstrasi karena mendzolimi dan merugikan penyedia.
Yang perlu digarisbawahi terkait masalah ini, pihaknya ingin Pokja ini bekerja sesuai aturan dan tidak mendzolimi serta merugikan penyedia lain. Sehingga tercipta iklim proses yang sehat.
“Kami tempuh jalur hukum di PTUN agar semuanya bisa mengevaluasi diri. Jangan sampai hal – hal seperti ini terulang kembali dan merugikan penyedia lain demi kepentingan golongan dan kelompok,” tegasnya lagi.
Di tempat berbeda, Kepala Bagian LPBJ Setda Kota Bima Agus Salim saat dikonfirmasi mengakui, urusan itu sekarang sedang berproses di PTUN Mataram. Pihak yang tidak terima tentu akan mencari keadilan melalui proses hukum. “Jadi kita tunggu saja hasilnya,” ujar Agus.
Di tanya sejumlah sorotan yang diutarakan Hadijah, Agus enggan menjawab. Karena ia tidak ingin mengatakan bahwa pihaknya lah yang yang benar, pun demikian mereka yang menempuh PTUN
“Semua pertanyaan penyedia itu kita sudah sampaikan ke PTUN. Tunggu saja hasilnya. Apakah kita yang salah atau benar, tidak perlu kita ribut-ributkan di luar,” pungkasnya. (GA. 212*)