Amir Syafruddin, SH.I, anggota Komisi 3 DPRD Kota Bima. |
Kota Bima, Garda Asakota.-
Pernyataan Kabag Protokol dan Koordinasi Pimpinan (Prokopim) Pemkot Bima, H. A. Malik, SP, MM, yang menjelaskan substansi dari pengadaan enam (6) unit IPhone12 seharga Rp18 juta per unit yang tidak lagi berbicara urgensi atau tidaknya, tapi semuanya sudah tertuang di dalam APBD Perubahan tahun 2021, menuai kritikan tajam dari anggota Komisi 3 DPRD Kota Bima, Amir Syafruddin, SH.I.
Menurut Politisi PKS (Partai Keadilan Sejahterah) ini, apa yang disampaikan oleh Kabag Prokopim justru mencerminkan bahwa kepekaan sosial pejabat pada kondisi masyarakat hari ini semakin hilang.
“Apa yang disampaikan oleh Kabag Protokol yang berputar pada masalah penganggaran dan teknis semakin menjelaskan bahwa mereka tidak paham apa yang diinginkan oleh masyarakat,” ungkapnya kepada Garda Asakota, Jumat malam (7/1/2022).
Ia menegaskan, masyarakat mengkritik pengadaan ponsel mahal itu bukan karena masyarakat tidak setuju pejabat pakai HP. Masyarakat malah bertanya apa ia kerja pejabat itu harus ditunjang dengan HP yang seharga Rp18jt?.
Kemudian, kalau tidak menggunakan HP seharga itu apa iya pekerjaan jadi berantakan? dan apakah kalau pakai HP yang seharga Rp6jt misalnya apakah tidak terkoneksi dengan command center?
“Jadi substansinya itu harga HP, bukan pengadaan HP-nya. Ingat pak, HP itu dibeli pakai uang rakyat dari hasil pajak rakyat yang dituangkan ke dalam APBD.
Jadi jangan karena sudah dituangkan dalam APBD kita pakai sesuai selera kita, harusnya malu pak, anda tenteng HP mahal padahal tetangga kita masih banyak yang rebutan Sembako, pengangguran masih tinggi, yang teriak minta air bersih, yang menangis karena pupuk subsidi langka, harga harga pada naik dan mencekik masyarakat,” ujar duta rakyat yang dikenal vokal ini.
Diakuinya, pembahasan anggaran di Banggar tidak sampai hal yang detil dan sekecil pengadaan HP ini, karena yang disuguhkan dalam bentuk gelondongan.
Kalau program yang diajukan tidak menjadi perhatian dan atensi khusus, maka dia akan lolos, maka kilnis komisi menjadi kunci. Tetapi, lagi lagi di Dewan disediakan waktu yang begitu mepet apalagi di Komisi 1, bisa sampai puluhan SKPD, OPD, Kecamatan, Kelurahan yang harus diklinis jadi kemungkinan lolos itu barang sangat terbuka.
“Selama kita belum E-Buggeting selama itu pula partisipasi masyarakat dalam mengontrol anggaran dan usulannya sulit dilakukan, lagi lagi itu bisa menjadi pembenaran pemerintah dalam menggunakan anggaran,” imbuhnya.
Lain waktu, sambungnya, kalau ada pengadaan mobil dinas mewah untuk pejabat tidak mustahil alasan mereka ini sudah diketok di APBD dan ini sebagai penunjang kerja.
“Kalau saja APBD kita seperti daerah besar lainnya yang mencapai triliunan, mungkin harga HP itu dianggap lumrah. Sekarang pertanyaan mendasar di tengah kondisi sulit ini apakah kita masih punya hati?,” sentilnya. (GA. 212*)