Gardaasakota.com.-Gender Champion 2024 Kota Bima, Dewi Ratna Muchlisa Mandyara, berhasil meraih gelar akademik tertinggi, doktor, dalam Bidang Ilmu Sastra dengan peminatan Ilmu Filologi di Aula Pusat Studi Bahasa Jepang (PSBJ) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Padjadjaran (Unpad) Jl. Raya Bandung-Sumedang KM 21 Jatinangor, Rabu (30/4/2025).
Dewi Ratna Muchlisa Mandyara berhasil mempertahankan disertasi berjudul “Prahara di Manggarai Dalam Bo’ Abdul Kadim: Kajian Filologi, Sejarah, dan Politik” di depan Sidang Promosi Doktor Unpad yang dipimpin Dekan FIB Unpad Prof.Aquarini Priyatna, M.A.,M.Hum, Ph.D merangkap Ketua Sidang, didampingi Sekretaris Sidang Dr.Lina Meilinawati Rahayu, M.Hum.
Bertindak sebagai Ketua Tim Promotor adalah Prof. Dr. Reiza D. Diena Putra, M.Hum dengan angggota Tim Promotor terdiri atas Dr. Hj.Titin Nurhayati Ma’mun, M.S., dan Dr. Ikhwan, M.Hum. Sementara penguji masing-masing terdiri atas Dr. Hamdan Zoelva S.H.,M.H., Dr.H. Ade Kosasih, M.Ag., dan Dr.Elis Suryani Nani Sumartina, M.S. dan Prof.Dr. H. Dadang Suganda, M.Hum, sebagai representasi Guru Besar.
Salah seorang penguji promovenda, Dr.Hamdan Zoelva, S.H.,M.H. ketika dijapri melalui Whatsapp-nya menyebutkan, Dr. Dewi Ratna Muchlisa Mandyara, S.E.,M.Hum sebelumnya sudah melaksanakan ujian seminar hasil yang memastikan dirinya sebagai kandidat doktor, pada tanggal 14 Februari 2025 di Unpad Bandung.
Penelitian ini bertujuan, tulis Dewi Ratna Muchlisa Mandyara dalam abstrak disertasinya, pertama, menggambarkan naskah dan teks catatan peristiwa dan/atau surat-menyurat dalam Bo’ Abdul Kadim yang secara khusus membahas prahara di Manggarai.
Kedua, menyajikan edisi teks catatan peristiwa dan/atau surat-menyurat tentang prahara di Manggarai dalam Bo’ Abdul Kadim yang bersih dari berbagai penyimpangan teks, dapat dipertanggungjawabkan serta hasil transformasi teks naskah-naskah tersebut ke dalam bahasa yang mudah dipahami pembaca.
Ketiga, menganalisis alasan serta latar belakang prahara di Manggarai serta dampaknya terhadap konstelasi politik pada masa pemerintahan Abdul Kadim.
Dewi Ratna Muchlisa Mandyara melakukan penelitian ini dengan menggunakan metode campuran yang terdiri atas pertama, filologi, mencakup kodikologi dan teksiologi untuk memahami naskah Bo’ Abdul Kadim.
Kedua, teori aktansial dari A.J.Gremas untuk menganalisis peran dan interaksi para aktor yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Ketiga, sejarah untuk merekonstruksi peristiwa prahara di Manggarai dengan teori histografi, dan keempat, aspek politik dianalisis secara terpisah untuk memahami dampaknya terhadap konstelasi kekuasaan pada masa Sultan Abdul Kadim,
“Dalam penelitian ini digunakan pendekatan institusional atau pendekatan tradisional yang berkaitan dengan asal mula penguasaan wilayah,” Promovenda menambahkan.
Dalam disertasinya promovenda mengatakan, analisis mendalam terhadap naskah ini menungkapkan bahwa prahara di Manggarai pada masa pemerintahan Abduk Kadim dipicu oleh kompleksitas politik, ekonomi, dan sosial yang melibatkan berbagai pihak, termasuk ketegangan antara Kesultanan Bima dengan kerajaan serta kelompok lokal lainnya, serta interaksi dengan kekuatan eksternal seperti VOC.
Dampak prahara ini terhadap konstelasi politik pada masa Sultan Abdul Kadim mencakup perubahan dalam struktur kekuasaan, hubungan diplomatik, dan upaya untuk menjaga stabilitas wilayah di tengah tantangan internal dan eksternal.
“Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan kontribusi signifikan dalam memahami sejarah konflik di Manggarai dan dampaknya terhadap konstelasi politik di wilayah tersebut pada abad XVIII,” ujar Dewi Ratna Muchlisa Mandyara.
Promovenda mengemukakan, penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan informasi terkait konflik antara Bima dan Makassar di Manggarai pada abad XVIII, khususnya di wilayah Reo dan Pota. Catatan sejarah yang ada saat ini hanya menjelaskan terjadinya konflik tanpa mengungkapkan penyebabnya secara rinci.
“Padahal, Bo’ Abdul Kadim, sebuah manuskrip peninggalan Kesultanan Bima yang ditulis dalam bahasa Melayu dan Bima dengan aksara Jawi, berisi informasi penting mengenai sejarah Kerajaan Bima pada abad XVIII, termasuk konflik di Manggarai,” kunci Cucu Sultan Bima ini dalam orasinya. (GA. MDA*)