Saran kepada Pj Walikota Bima, Solusi Penyelesaian Legalitas Status Hak Tanah Reklamasi Ama Hami dan Akibat Hukumnya

Oleh: Syarifuddin Lakuy, SH, MH

Paska hasil  Pansus DPRD Kota Bima atas Tanah Ama Hami dengan merekomendasi  tanah aquo adalah tanah Negara menjadi asset Pemkot Bima, kemudian oleh Walikota Bima  era HM. Lutfi, SE, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Pemkot Bima dan adanya pemasangan papan pengumuman  menegaskan tanah aquo adalah asset Pemkot Bima, dimana khusus bagian selatannya secara tegas atas nama Pemkot Bima meminta BPN tidak menerbitkan sertifikat tanah bagian selatan areal Pasar Ama Hami karena untuk Ruang Terbuka Hijau (RTP) dan mencabut  SPPT tanah aquo.  

Sebagian tanah kawasan areal Ama Hami aquo hasil temuan Pansus ada 15 sertifikat hak milik yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Bima.

Dengan adanya ultimatum oleh Pemkot Bima paska rekomendasi Pansus DPRD Kota Bima atas status tanah Ama Hami tahun 2019  menjadi RTP sesuai Perda RT/RW Pemprov NTB Jo Perda RT/RW Pemkot Bima dari konteks hukum jika ada aktivitas orang perseorangan atau Badan Hukum di atas tanah aquo tanpa ada ijin dari Pemkot Bima, maka dapat dijerat secara hukum pidana sebagaimana ketentuan PERPU No. 2 Tahun 2022  tentang  Cipta Kerja  Pasal 61 dalam Pemanfaatan Ruang, setiap orang wajib:a) menaati Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan; b) memanfaatkan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang; c)mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan Kesesuaian Kegiatan PemanfaatanRuang; dan d)memberikan akses terhadap Kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang undangan dinyatakan sebagai milik umum. 

Pasal 69(1) Setiap Orang yang tidak menaati Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 61 huruf a yangmengakibatkan perubahan fungsi ruang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahundan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan pidana denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus jutarupiah).(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud padaayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelakudipidana dengan pidana penjara paling lama 15(lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Atas ketentuan tersebut perlu kira Pemkot Bima melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat/publik. Walaupun  secara Asas Fiksi Hukum Setiap Orang Dianggap Tahu (PRESUMPTION IURES DE IURE).

Menarik perhatiannya saya di kawasan areal lahan/tanah Ama Hami aquo ada 15 sertifikat tanah status Hak Milik (SHM)  tetapi diklaim sebagai asset Pemkot Bima, sebagai Praktisi/Pemerhati Hukum Pertanahan berdasarkan pengalaman hasil  penelitian saya secara Normatif “Tentang Kewenangan Badan Pertanahan Membatalkan Sendiri Sertifikat Tanah yang Cacat Administrasi”.

Sertifikat tanah secara lingkup Yuridis adalah Produk Keputusan Tata Usaha Negara karena diterbitkan berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional secara kewenangan Distributif. 

Karena Sertifikat Tanah adalah Keputusan Tata Usaha Negara maka Pengadilan yang berwenang menyatakan Batal dan Tidak sah nya adalah PTUN. 

Akan tetapi untuk sertifikat cacat administrasi dapat dibatalkan sendiri oleh BPN dengan syarat sebagaimana ketentuan Dalam ketentuan PERMENAG ATR/BPN Pasal 107 No.9/1999, untuk  Cacat hukum administrative (salah prosedur)  sebagai  dimaksud dalam pasal 6 ayat (1)”  junto Permanag ATR/BPN No.20 tahun 2021 tentang penanganan dan penyelesaian kasus Pertanahan.  Junto PP. No.18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah. 

Bagian Keempat Pembatalan Hak Atas Tanah Karena Cacat Administrasi Pasal 64 Pembatalan hanya dapat dilakukan Pembatalan Sertifikat Cacat Administrasi apabila setelah jangka waktu 5 (lima) tahun kewenangan Peradilan terkecuali Sertifikat Tumpang Tindih (Overlape).

Berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang Undangan status Tanah Kawasan Pantai Ama Hami hasil Reklamasi disebut sebagai tanah timbul baik terbentuk baik karena akibat alam maupun dilakukan oleh manusia kalau dalam istilah masyarakat Bima dalam pemaknaan bahasa oleh saya Tumbuh Dana (Mpungga Dana) baik di kawasan pantai atau di kawasan sungai. 

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil JoPeraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau untuk pemberian hak sertifikat tanah untuk tanah hasil reklamasi/tanah timbul dengan Sertifikat Hak Pakai, SHGU dan SHGB terkecuali pemberian SHM kepada penguasaan tanahnya bagi masyarakat adat yang telah tinggal sekian lama waktunya pada kawasan Pantai/Laut tersebut Status Legalitas Hak atas Tanah lebih lanjut dibutuhkan kajian-kajian kembali oleh Pemkot Bima dan BPN  untuk pemberian sertifikat tanah di Kawasan pantai Ama Hami aquio*.

Penulis: Praktisi/Akademisi STISDA Bermi NTB/Pemerhati Hukum Pertanahan NTB  alumni  Magister Hukum Unram Kosentrasi Hukum Pertanahan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page